“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).
“Sahabat-sahabat yang baik bagi Tuhan” inilah identitas diri kita sebagai Putra dan putri Santa Teresa. Bagaimana kita bisa mewujudkan persahabatan ini? Tiga hal penting saat kita sungguh-sungguh menatapnya adalah cara penyangkalan diri. Dalam cinta kasih kepada orang lain, kita menyangkal diri kita dari jerat egoisme dan ingat diri. Dalam kelepasan dari segala ciptaan, kita menyangkal diri kita dari segala rasa ingin memiliki, iri hati dan kerakusan. Dalam kebajikan kerendahan hati yang sejati, kita menyangkal diri kita dari kesombongan. Bagaimana mungkin seorang yang ingat diri, pemarah dan arogan berdiri di hadapan Allah dan secara tulus mengatakan, “Tuhan?”
Beberapa orang membuat kesalahan dalam menilai hal-hal yang harus mereka lakukan. Santo Yohanes dari Salib adalah seorang tokoh yang membantu kita dalam menjaga pikiran yang jernih terhadap tantangan ini. “Saya seharusnya meyakinkan orang-orang rohani bahwa jalan yang membimbing kepada Allah tidak memerlukan banyak pertimbangan, metode, cara dan pengalaman…tetapi menuntut satu hal penting: penyangkalan diri yang sejati… Dalam usaha untuk menyangkal diri ini, semua yang lain, dan bahkan hal-hal yang lebih dari itu, ditemukan dan diselesaikan. Jika seseorang gagal dalam usaha ini, akar dan jumlah segala kebajikan, metode-metode lainnya tidak akan berarti dan hanya membuat orang berjalan berputar tanpa menuju ke suatu tempat” (II Pendakian Gunung Karmel 7.8). Hal-hal yang kita persembahkan kepada Tuhan tentang diri kita melalui cinta kasih bagi orang lain, kelepasan dari segala ciptaan dan kerendahan hati yang sejati, membawa kemajuan bagi kita jauh lebih banyak daripada usaha-usaha lain yang kita lakukan, karena kita tidak memiliki apa-apa yang menghalangi kita untuk dilihat oleh Allah sebagaimana adanya kita.
Hal penting pertama kita adalah “saling mengasihi.” Santa Teresa tidak mengatakan “kasihilah sesamamu.” Ia mengatakan “saling mengasihilah.” Kasih kepada sesama bisa saja hanya merupakan sebuah teori, tetapi saling mengasihi membuat kita melihat orang lain yang berhubungan dengan kita. Kasih adalah sesuatu yang nyata dan bisa diidentifikasi. Kasih sejati tidak selalu ditemani oleh perasaan-perasaan yang baik.
Santa Teresa berbicara tentang dua jenis cinta kasih yang baik. Jenis yang pertama adalah cinta kasih yang murni rohani. Jenis yang lain adalah cinta kasih yang rohani tetapi tercampur dengan kelekatan manusiawi. Ia menulis tentang dua jenis cinta kasih ini dalam Jalan Kesempurnaan (4.6). Cinta kasih yang murni rohani adalah cinta kasih yang tidak memuat tetesan kepentingan diri di dalam cinta kasih yang telah saya berikan kepada orang lain. Jenis yang kedua adalah cinta kasih yang tercampur dengan penghargaan pribadi kepada orang lain. Keduanya sama-sama baik.
Ada suatu cara untuk mengerti perbedaan di antara dua jenis cinta kasih ini. Ada satu kutipan dari penulis Katolik Inggris, Gilbert Chesterton “Cinta kasih berarti mengasihi hal yang tak bisa dikasihi; jika tidak, cinta kasihitu bukanlahsuatu kebajikan.” Kebajikan cinta kasihadalah sebuah pengorbanan dan tidak digerakkan oleh ketertarikan alamiah saja, tetapi juga suatu cinta kasih yang digerakkan oleh Allah yang adalah kasih itu sendiri.
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 21.
0 Comments