Seri Karmelitana – Hari 82

“Surga adalah milikku dan bumi adalah milikku. Bangsa-bangsa adalah milikku, mereka adalah milikku dan para pendosa juga milikku. Para malaikat adalah milikku dan Bunda Allah dan segala hal adalah milikku, dan Allah sendiri adalah milikku dan untukku, karena Kristus adalah milikku dan semua untukku” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 27).

Jiwa ini, yang dicintai oleh Allah dan mencintai Allah, dalam perjalanan doa telah memeriksa diri dan kehidupannya. ia telah mengungkapkan keraguan yang menantang imannya, frustrasi yang menguji harapannya dan ketakutan yang mengoncang cinta kasihnya. Dan melalui itu semua, ia tumbuh dalam kerendahan hati. Sebagaimana ia bertahan, ia menjadi lebih yakin dalam Allah. Ia belajar melalui penderitaannya bahwa mencintai Allah adalah tujuan kehidupannya.

Ada sebuah pertanyaan katekese sederhana saat saya masih kanak-kanak yang ada di pikiran saya sekarang, “Mengapa Allah menciptakan manusia?” Jawabannya adalah: “Allah menciptakan manusia agar manusia mengenalNya, mencintaiNya dan melayaniNya di dunia ini. Dan agar manusia berbahagia bersama Dia selamanya di dunia nanti.” Jiwa ini sekarang mengakui kebenaran atas jawaban ini dan ingin menghayatinya. Ia sekarang bisa mencintai Allah dari hatinya.

Kesadaran ini membuatnya jatuh ke dalam lagu: “Surga adalah milikku…” Sekarang iabernyanyi bahwa setiaporangdansegalanyaadalahmiliknya. Bagaimana ini terjadi? Ia sungguh diajar oleh cara mengikuti gurunya tentang hal yang diajarkan oleh Santo Yohanes dari Salib, “Datang untuk memiliki semua keinginan untuk tidak memiliki” (I Pendakian Gunung Karmel 13.11).

Jiwanya telah dimurnikan dari kepemilikan dan pemurnian ini telah menyiapkannya untuk sukacita hidup. “Jika engkau memurnikan jiwamu dari kelekatan-kelekatan dan keinginan, engkau akan mengerti hal-hal secara rohani. Jika engkau menyangkal nafsumu baginya, engkau akan menikmati kebenarannya, mengerti hal yang pasti di dalamnya” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 49).

Sekarang jiwa mengerti ajaran Santo Yohanes dari Salib untuk menerima segalanya (TODO), keinginan atas ketiadaan (NADA). Segalanya adalah miliknya karena ia tidak memiliki keinginan atas apapun. “Allah tidak menganugerahi rahmat ini kepada jiwa yang rakus karena ia memberikannya dari suatu cinta istimewa bagi si penerima. Setiap orang yang menerimanya adalah orang yang mencintai dengan kelepasan yang besar” (II Pendakian Gunung Karmel 26.10).

Catatlah dalam madah sukacita ini bahwa dalam daftar hal-hal yang sekarang menjadi milik orang yang dicintai Allah ada juga para pendosa, “dan para pendosa juga milikku.” Orang mungkin tergoda untuk berpikir dan meninggalkan kategori ini. Malaikat, orang kudus, semua ciptaan Allah, ya, masuk akal. Tetapi untuk menyanyikan pendosa adalah milikku?

Tetapi dalam beberapa cara, pencakupan pendosa di dalam doa ini membuktikan bahwa doa ini kristosenstris, berpusat kepada Kristus. Dalam kenyataannya, mengeluarkan pendosa justru akan membuat doa ini kehilangan karakter kristiani. Di paragraf pertama doa ini, saat melihat dosa-dosanya, ia bertanya kepada Allah untuk menjalankan “kebaikan dan belaskasih” dan bahwa Ia “akan dikenal” melalui belaskasih yang akan menjadi buah di dalam jiwa ini.

Kristus paling dekat kepada para pendosa (Anda dan saya) saat ia berada di salib. Di sanalah ia mempersembahkan “tangan rahmat dan belas kasih… mengangkatmu dari kehinaanmu untuk menjadi kawan dan mempelaiKu” (Madah Rohani 23.2.4).

Karena kebaikan dan belas kasih Allah, para pendosa sekarang adalah “milikku.”

Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 166-165.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *