Seri Karmelitana – Hari 81

“Mengapa engkau menunggu, karena sejak saat ini engkau bisa mencintai Allah di dalam hatimu?” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 26).

Meditasi-meditasi dan refleksi-refleksi yang dilakukan hingga titik ini telah membawa jiwa yang jatuh cinta kepada kesadaran akhir dan pasti tentang tujuan kehidupan rohani, yakni untuk mencintai Allah! Untuk mencintai Allah di sini, sekarang, pada setiap saat dalam berbagai situasi.

Kenyataan bahwa kita dicintai oleh Allah diyakini, diketahui, diterima dan dialami dalam beberapa tingkat tertentu. Dan jika kita menghidupi suatu kehidupan dalam pencarian berbagai pengalaman yang meneguhkan cinta Allah itu kepada kita, kita akan membuang waktu karena itu bukan alasan bagi sebuah kehidupan rohani. Santo Yohanes dari Salib menulis bahwa setiap orang yang mencari beberapa pengalaman luar biasa akan merasa bersalah tentang “tingkah laku bodoh” dan “menghina” Allah (bdk. II Pendakian Gunung Karmel 22.5).

Titik luhur dari kehidupan rohani bukan untuk memiliki berbagai pengalaman; tetapi untuk memiliki pengalaman mencintai allah.

“Alasan bahwa jiwa ingin memasuki gua-gua ini adalah untuk mencapai penyempurnaan cinta Allah yang telah dicarinya, untuk mencintai Allah semurni dan sesempurna seperti Allah mencintainya supaya ia membayar kembali dengan cinta yang sama” (Madah Rohani 38.2). Ungkapan “memasuki gua-gua ini” maksudnya adalah untuk tumbuh dalam kehidupan rohani. Kepenuhan kehidupan rohani adalah cinta Allah, untuk mencintai Allah seperti Ia mencintai kita.

“Tujuan jiwa adalah sebuah cinta yang setara dengan cinta Allah. Ia selalu menginginkan kesetaraan, secara alamiah dan adikodrati, karena para pencinta tidak bisa dipuaskan tanpa merasa bahwa mereka mencintai sebanyak mereka dicintai” (Madah Rohani 38.3). Tentu, cinta yang utuh dantak terbagi ini tidak mungkin terwujud hingga kita mencapai“kesatuan kemuliaan” yang akan kita alami dalam kehidupan abadi. Tetapi kita bisa mencintai Allah sekarang di dalam hati kita.

Tidak ada alasan untuk menunggu. Santo Yohanes dari Salib menyebut alasan ini sebagai “procrastinations” (penundaan). Cras adalah bahasa Latin berarti ‘besok.” Penundaan adalah alasan seseorang untuk tidak melakukan apa yang harus dilakukannya hari ini dengan mengatakan “Aku akan menunggu sampai besok.” Sebelum semua yang lain yang bisa dibayangkan yang mungkin saya katakan kepada diri saya adalah perlu, saya bisa mencintai Allah “sejak saat ini,” di sini dan sekarang, tanpa menunda. Ia “tidak akan berlambat” dalam mencintai saya. Saya tak bisa menunda untuk mencintaiNya.

Santo Yohanes dari Salib memberi kita cara untuk menunjukkan cinta tertinggi ini yang bisa kita miliki bagi Allah.

“Mereka yang sungguh mencintai Allah harus berusaha untuk tidak gagal dalam cinta ini karena mereka dengan cara demikian akan membujuk Allah, jika kita mungkin mengungkapkannya, kepada cinta lanjutan dan menemukan kesenangan di sana. Dan untuk memperoleh cinta kasih ini, seseorang harus menjalankan hal yang diajarkan oleh Santo Paulus: kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak melakukan yang jahat, tidak sombong,tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak berpikir jahat, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi bersukacita dalam kebenaran, menutupi segala sesuatu (yang bisa ditutupi), percaya segala sesuatu (yang harus dipercaya), mengharapkan segala sesuatu dan menanggung segala sesuatu (yang sesuai dengan cinta kasih) (1 Kor 13:4-7)” (Madah Rohani 13.12).

Tentu saja, cinta Allah tanpa cinta kepada sesama sebenarnya bukanlah cinta.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *