Seri Karmelitana – Hari 77

“Tetapi jika Engkau tidak menunggu karya-karyaku, apa yang membuatmu menunggu ya Tuhanku yang paling berbelas kasih? Mengapa Engkau berlambat?” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 26).

Dalam paragraf pertama Doa Satu Jiwa yang Jatuh Cinta, Santo Yohanes dari Salib mengungkapkan keinginan yang bertumbuh di dalam jiwa yang rindu untuk berada dengan Allah secara utuh. Jiwa, dalam mencari sebuah persatuan lengkap dengan Allah, menjadi frustrasi dengan menanti dan bertanya kepada Allah secara langsung, “Apa yang sedang Engkau tunggu?” dan jiwa menanyakan pertanyaan ini dengan desakan. “Itu bukan dosa-dosaku dan itu bukan karya-karyaku dan aku sedang menerima penderitaan-penderitaan dalam kehidupanku bagiMu, karena itu, mengapa hal itu tidak terjadi?” ada sebuah petunjuk ketidaksabaran dan bahkan sebuah sentuhan kemarahan dalam doa pada titik ini.

Kita tahu seperti apa tampaknya kesabaran dengan orang lain. Walaupun, kadang-kadang kesabaran kita tidak sungguh merupakan kesabaran tetapi hanya toleransi. Kesabaran adalah kebajikan untuk bisa menanggung situasi yang harus kita terima dalam harapan dan cinta kasih. Toleransi tidak meminta harapan atau cinta kasih. Toleransi hanya menempatkan sesuatu hingga segalanya terlewati.

Tetapi bagaimana cara untuk sabar dengan Allah? Ini adalah hal yang sedang dialami oleh jiwa yang jatuh cinta, frustrasi dengan Allah yang tidak menjawab seperti yang kita harapkan Ia menjawab. Santo Yohanes dari Salib menulis tentang sifat buruk kemarahan dalam kehidupan rohani dan menyatakan: “Beberapa orang lain, dalam menyadari ketidaksempurnaan mereka, menjadi marah dengan diri mereka dalam sebuah ketidaksabaran yang tidak rendahhati. Karena ketidaksabaran mereka terhadap ketidaksempurnaan ini sehingga mereka ingin menjadi orang kudus dalam sehari. Mereka tidak memiliki kesabaran untuk menunggu hingga Allah memberi  mereka hal  yang mereka perlukan, saat Ia begitu menginginkannya” (I Malam Gelap 5.3).

Jiwa ini menginginkan segalanya dari Allah sekarang. Mazmur mengingatkan kita bahwa Allah tidak mengantuk atau tertidur. “Kuangkat mataku ke gunung-gunung, dari mana akan kuperoleh bantuan? Ia yang menjaga Israel tidak mengantuk dan tertidur” (Mzm 121:1-14). Allah waspada. Ia menyediakan. Ia menatap kita. Ia mau memberikan diriNya bagi kita. Dan jiwa ini, yang dicintai dan mencintai, mulai tidak sabar dengan cinta ini.

Allah yang memberi hal yang ingin diberikanNya, saat Ia berharap untuk memberikannya. Tugas kita adalah bersabar.

Terhadap kutipan Malam Gelap di atas, Santo Yohanes dari Salib menambahkan sedikit humor pada bagian akhir paragraf: “Meskipun demikian, beberapa orang, begitu sabar terhadap keinginan mereka untuk maju sehingga Allah akan memilih untuk agak kurang melihat mereka” (I Malam Gelap 5.3).

Santa Teresa menulis tentang jiwa yang memiliki sebuah keinginan besar untuk melayani Allah seutuhnya tetapi mengalami frustrasi karena tidak bisa. Ia menulis: “Tidak ada obat lain di sini selain kesabaran, pengetahuan dari kemalangannya dan usaha untuk meninggalkan dirinya kepada kehendak Allah yang menggunakan hal yang dikehendakiNya dan dengan cara yang dikehendakiNya” (Pendirian-Pendirian 29.3).

Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 154-156.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *