Seri Karmelitana – Hari 26

Yesus dari Teresa

Santa Teresa menceritakan sebuah kisah ketika dia bertemu dengan seorang anak manis di sebuah tangga. Si anak kecil bertanya, “Siapa namamu?” Teresa menjawab, “Saya Teresa dari Yesus.” Kemudan ia menanyakan nama anak itu, dan Ia menjawab, “Saya Yesus dari Teresa.”

Siapa Yesus dari Teresa?

Dalam Riwayat Hidup, saat membahas kehidupan doa, Santa Teresa mengakui bahwa ia memiliki kesulitan besar terhadap meditasi diskursif. Meditasi diskursif adalah sejenis doa yang mengikuti serangkaian irama meditasi yang melibatkan banyak pemikiran tentang misteri-misteri iman. Ada sejumlah tahapan yang harus diikuti. Dan ada banyak buku atau panduan yang ditulis untuk membantu orang bermeditasi. Petunjuk-petunjuk ini sangat populer digunakan oleh para imam, biarawan dan biarawati di seluruh dunia. Lima puluhan tahun yang lalu, saat saya masuk seminari, saya menerima sebuah hadiah dari anggota keluarga saya tentang beberapa petunjuk seperti itu, yang memimbing orang melalui cara-cara ini.

  1. Persiapan jarak jauh: siapkanlah diri Anda secara fisik untuk Tinggalkan segala sumber masalah yang mungkin terjadi, baik secara batiniah maupun lahiriah.
  2. Persiapan jarak dekat: pilihlah sebuah buku rohani untuk dibaca, yang akan membantu Anda memusatkan pikiran kepada salah satu misteri iman (Tritunggal, Penjelmaan, Sengsara, dll).
  3. Poin Pertama: refleksikan bacaan yang telah memberi pencerahan kepada Anda tentang suatu misteri
  4. Poin Kedua: pikirkanlah cara untuk menerapkan misteri itu di dalam kehidupan Anda dan
  5. Pengendapan: berbicaralah dengan Tuhan tentang misteri

Kegiatan ini bisa dilakukan selama setengah jam hingga satu jam.

Jenis meditasi ini adalah jenis yang tidak bisa diikuti secara nyaman oleh Santa Teresa. Ia berkata, “Saya jarang bisa berdoa sambil menggunakan akal budi saya secara diskursif” (Kesaksian-Kesaksian 1.1). “Karena Allah tidak memberi saya bakat untuk berpikir secara diskursif atau untuk menggunakan imajinasi” (Riwayat Hidup 4.7).

Santa Teresa merasa metode-metode itu sangat sulit. Dan bahkan bagi mereka yang bisa mengambil manfaat dari meditasi diskursif, ia menulis: “Tetapi kembali kepada mereka yang menjalankan refleksi diskursif, saya mengatakan agar mereka jangan melewatkan seluruh waktu untuk berpikir” (Riwayat Hidup 13.11). Hal itu bukan pernyataan yang gegabah. Santa Teresa melewatkan beberapa tahun untuk mencobanya. Dalam Jalan Kesempurnaan(17.3) ia menulis: “Saya menghabiskan 14 tahun tanpa pernah bisa menjalankan meditasi tanpa bacaan.”

Nyatalah bagi Santa Teresa, setelah bertahun-tahun mencoba, bahwa hal yang sedang dicarinya bukan suatu sistem atau metode atau cara berdoa. Ia membutuhkan sesuatu yang lain untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Hal yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang membuang-buang waktu. Ia hanya memerlukan sesuatu yang lain. “Sesuatu” itulah yang akan berubah menjadi “Seseorang.”

Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa dari Yesus dan Santo Yohanes dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 56-58.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *