“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).
Dalam Jalan Kesempurnaan (bab 18), Santa Teresa menyimpulkan pembahasannya tentang tiga kebajikan yang penting yaitu cinta kasih, kelepasan dan kerendahan hati, yang dimulainya di bab 4. Saat berbicara tentang kebajikan kerendahan hati yang sejati, ia menggunakan contoh Martha dan Maria untuk berbicara tentang cara Tuhan memanggil setiap orang kepada sebuah cara yang unik untuk menjalin relasi dengan Dia melalui doa.
Di akhir bab 17, Santa Teresa sedang berbicara kepada para susternya (artinya kepada kita juga) dengan mengatakan bahwa tidak semua orang dipanggil kepada kehidupan kontemplatif. Meskipun demikian, kenyataan itu tidak harus melemahkan kita. Ia mengatakan: “Saya tidak berkata bahwa kita tidak harus mencoba (untuk menjadi kontemplatif); sebaliknya, kita harus mencoba segalanya. Apa yang saya katakan adalah bahwa ini bukan soal pilihanmu, tetapi pilihan Tuhan” (Jalan Kesempurnaan 17.7).
Kita bertekun dalam doa. Allah berurusan dengan setiap orang secara pribadi. Ia memanggil kita secara pribadi. Panggilan itu begitu konkret, “Karena itu, sebab Allah tahu apa yang cocok untuk seseorang, Ia memberi kepada setiap orang tugas yang sesuai, satu tugas yang dilihatNya cocok untuk jiwa orang itu, untuk pelayanan kepada Tuhan sendiri dan untuk kebaikan sesama” (Jalan Kesempurnaan 18.3).
Ia tahu apa yang sesuai bagi setiap orang. Ia memberi tugas pribadi. Ia melihat apa yang sesuai bagi kebaikan seseorang agar kita bisa melayani rencanaNya dalam cintakasih kepada Allah dan sesama. Tidak penting apakah kita mengalami kontemplasi. Yang lebih penting adalah kita melayani Allah dan sesama. Seperti dikatakan oleh Santa Teresa, kontemplasi “tidak perlu untuk keselamatan” (Jalan Kesempurnaan 17.2). Melakukan kehendak Allah itulah yang sangat perlu.
Di bab 18 ia berbicara kepada para susternya tentang perlunya ketaatan dalam semua kerendahan hati. Semua kita; biarawati, biarawan, karmelit sekular, bahkan semua orang; wajib untuk taat. Kita harus taat kepada tuntutan panggilan kita, dalam hubungan antara suami dengan istri, anak dengan orangtua, pegawai dengan atasan, dll. Taat artinya setia dalam mewujudkan tanggung jawab yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita dalam setiap panggilan kita masing-masing. Ketaatan seperti itu menuntut kerendahan hati. “Dan kerendahan hati yang sejati berarti puas dengan hal yang diterima” (Jalan Kesempurnaan 18.6).
“Saya menutupnya dengan mengatakan agar kebajikan-kebajikan yang saya inginkan ini kamu miliki putri-putriku, itulah yang harus kamu usahakan dan tentangnya kamu seharusnya memiliki suatu irihati yang suci” (Jalan Kesempurnaan 18.7).
“Semoga Tuhan, karena Dia memberi kita terang untuk mengikuti kehendakNya dalam segala sesuatu, dan di sana tidak akan ada ketakutan” (Jalan Kesempurnaan 18.10).
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 55-56.
0 Comments