“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).
Kerendahan hati adalah ratu dari berbagai kebajikan. Kerendahan hati itulah “praktik utama” jika kita akan menghayati kehidupan doa atau persahabatan dengan Allah. Camkanlah bahwa pertama-tama, Santa Teresa dari Yesus, Santo Yohanes dari Salib dan Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus serta semua orang kudus karmel, semua pengajar karmel tidak pernah berbicara tentang metode doa atau rutinitas doa. Mereka lebih tertarik kepada suatu pertobatan hidup dan suatu pembentukan kembali kepribadian manusia, sehingga setiap orang bisa mengalami kehadiran Allah yang hidup di dalam diri mereka.
Tetapi di sini ada satu pertanyaan: bagaimana kita bisa melakukannya? Bagaimana kita belajar merendahkan diri? Jika kita tidak menjelaskan arti kerendahan hati yang sejati, kita mungkinbisasalah untukmemahami kerendahan hati yang palsu (jenis yang menipu kita) atau kerendahan hati kultural (kerendahan hati eksternal) sebagai kerendahan hati yang nyata. Dalam Riwayat Hidup, Santa Teresa mulai menjelaskan dengan mengatakan: “Tetapi hal itu penting agar kita tahu seperti apa kerendahan hati ini” (Riwayat Hidup 17.4).
Langkah pertama untuk menjadi sungguh-sungguh rendah hati adalah dengan mempelajari cara kita melihat diri kita, dan hal ini hanya bisa kita lakukan jika kita fokus dalam “melihat” Allah. “Saya kira, kita tidak akan pernah mengenal diri kita secara utuh jika kita tidak berusaha mengenal Allah” (I Puri Batin 2.9).
Tanpa mencoba untuk mengenal Allah dan pada saat yang sama mencoba untuk mengenal diri, sikap ini bisa dengan mudah membawa kita kepada jenis kerendahan hati yang palsu. Kerendahan hati yang palsu membuat kita takut dan mengatakan bahwa kita tidak layak, “Ketakutan datang dari ketidakpahaman kita tentang diri kita” (I Puri Batin 2.11).
Untuk mencegah munculnya suatu gambaran diri kita yang membuat kita malu, dipermalukan atau takut, kita harus menjaga perhatian kita kepada Allah agar kita bisa melihat diri kita seperti Allah melihat kita. Inilah yang akan memberi kita keberanian untuk meneruskan langkah di jalan rohani yang kita jalani. “Kita seharusnya mengarahkan pandangan kita kepada Kristus, Kebaikan Kita dan para kudusNya. Di sana kita akan belajar tentang kerendahan hati yang sejati, akal budi akan ditingkatkan, seperti sudah saya katakan, dan pengenalan diri tidak akan membuat kita menjadi pengecut dan lalai” (I Puri Batin 2.11).
“Arahkanlah pandangan kita kepada Kristus” adalah sebuah refren yang sering diulang oleh Santa Teresa dari Yesus dan Santo Yohanes dari Salib. “Arahkanlah pandanganmu kepada Sang Tersalib dan segalanya akan menjadi kecil bagimu.” (VII Puri Batin 4.8). Tuhan berkata kepada Santa Teresa dalam doa pada tahun 1570: “Arahkanlah pandanganmu kepadaKu, Orang yang malang dan diremehkan oleh dunia.”
Dalam buku kedua Pendakian Gunung Karmel (22.5-6), kita menemukan ungkapan-ungkapan ini digunakan oleh Santo Yohanes dari Salib:
“Kencangkanlah pandanganmu kepada Dia sendiri…dengarkanlah Dia…lihatlah Dia baik-baik ”
“Pandanglah PutraKu tunduk kepadaKu dan kepada orang-orang lain karena cinta kepadaKu.. Arahkanlah pandanganmu hanya kepadaNya. Pandanglah dia, menjadi manusia dan kamu akan menemukan lebih daripada yang kamu bayangkan” (II Pendakian Gunung Karmel 22.5-6).
Dalam Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta, Santo Yohanes dari Salib menulis, “Hal yang paling kamu cari dan kamu ingini tidak akan kamu temukan di jalanmu ini, tidak juga melalui kontemplasi yang tinggi, tetapi di dalam kerendahan hati dan kepatuhan hati” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 40).
Kita tidak belajar untuk menjadi rendah dengan berfokus kepada diri sendiri tetapi berfokus kepada Kristus. Akhirnya Santa Teresa mengatakan kepada kita dalam Kesaksian-Kesaksian bahwa Tuhan berkata kepadanya: “Inilah kerendahan hati yang sejati: mengenal hal yang bisa kaulakukan dan bisa Kulakukan” (Kesaksian-Kesaksian 28).
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 40.
0 Comments