Dari Whale Shark ke Benteng Otanaha

Delapan jam perjalanan kalau waktu normal, kamu akan sampai ke Provinsi Gorontalo dari Manado. Kami menghabiskan waktu lebih lama karena perjalanan yang melelahkan membuat kami harus berhenti beberapa kali, sekedar untuk menghirup udara segar atau buat singgah makan di warung pinggir jalan. Tujuan kami adalah menuju sebuah tempat wisata minat khusus di Botubarani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Gorontalo, bernama Whale Shark Gorontalo.

Di pantai itu,  Pater Hann, OCD; Diakon Yuven, OCD; Frater Retno, OCD; Pak Rudy bersama istrinya Bu Siane dan ponaannya Nano, Pak Junay bersama Istrinya Bu Natalia, Bu Ros bersama ponaannya Misel dan saya; hendak merayakan kebersamaan terakhir bersama Frater Retno yang akan selesai masa praktek pastoralnya di Paroki Hati Kudus, Sonder, Manado.

Whale Shark Gorontalo menjadi tempat wisata yang viral akhir-akhir ini dengan spot foto udara yang mengambil potret orang berbaring di atas perahu transparan dan di bawahnya tampak Whale Shark berenang indah melintasi atau sekedar berputar-putar di sekitarnya.

Sekitar pukul 10 pagi mobil minibus yang kami tumpangi berhenti di tempat parkiran. Suasana nampak sepi di hari Senin, hari kerja. Kami memang sengaja memilih hari ini, untuk menghindari keramaian yang memaksa pengunjung harus menunggu dalam antrian panjang sebab tempat wisata dengan pemandangan berfoto bersama Hiu Paus menjadi model pariwisata yang unik dan menantang untuk dicoba.

Hampir sejam menunggu, belum ada tanda-tanda kehadiran hiu paus yang memiliki nama latin Rhincodon Typus dan termasuk dalam kategori hewan individu juvenil atau belum dewasa ini. Kalender Kemunculan Hiu Paus di dinding menunjukkan bahwa Hiu Paus sudah tidak muncul sejak hari Sabtu, 25 Mei lalu. Menurut Pak Wawan, seorang petugas di situ, ada kehadiran Paus Orca (paus pembunuh) yang membahayakan Hiu Paus sehingga mereka tidak muncul.

Dari Wale Shark Gorontalo kami meneruskan perjalanan ke rumah Pak Mayor (Purn.) Sulaiman, salah satu umat Katolik yang ada di Gorontalo. Di rumah yang memiliki Gua Maria berwarna biru sejuk ini kami menikmati makan siang sambil berbincang-bincang.

Opa Pengan (90 tahun) membagikan rahasia kebugarannya di usia senja dan beberapa nasihat kehidupan. Pada usia itu beliau masih bisa bersepeda dan berjalan tanpa menggunakan tongkat. Salah satu dari dua orang Indonesia yang pernah bekerja di Kapal milik Belanda ini, memeragakan beberapa gaya senam kesehatan. Dengan bangganya beliau bernostalgia tentang masa lalunya. Yang amat menarik adalah kefasihannya dalam mengucapkan doa Bapa Kami dan Salam Maria dalam bahasa Belanda.

“Sekarang saya sudah tidak pernah lagi berbicara bahasa Belanda karena tidak ada orang lain yang berbicara bahasa Belanda dengan saya,” demikian Opa menerjemahkan apa yang sebelumnya dia ucapkan dalam bahasa Belanda.

Selepas makan siang, kami meneruskan perjalanan ke Paroki Santo Kristoforus,  Gorontalo. Pastor Paroki, Romo Patris Singal, Pr; menyambut dengan hangat di pastoran. Nampak di seberang jalan sedang dibangun Gereja St. Kristoforus yang amat tinggi. Rencananya model gereja akan menyerupai perpaduan Katedral Jakarta dan Kapel Saint Patric, Los Angeles, tutur Romo Patris Singal yang saudara kandungnya juga adalah seorang imam projo di Tomohon ini.

Dari Gereja yang hanya memiliki sekitar 400an jiwa umat ini kami meneruskan perjalanan ke Benteng Otanaha, sebuah situs sejarah peninggalan Jepang. Untuk sampai ke benteng yang terletak di atas bukit dan dibangun oleh Raja Ilato ini, pengunjung bisa menggunakan kendaraan atau berjalan kaki melewati 348 anak tangga.

Demikianlah perjalanan kami bersama Frater Retno Maku, OCD yang berasal dari Warunembu, sebuah desa di pedalaman Pulau Flores; yang akan segera mengakhiri Tahun Orientasi Pastoralnya.

Dari perjalanan di pantai, tepian lautan sampai pendakian ke bukit, membelah hutan, ada pesan indah untuk dibawa pulang selain ole-ole pia saronde dari Gorontalo.

Semoga Ef Er Enong dapat “berjalan sampai ke batas dan berlayar sampai ke tepian.”

****

 

Gorontalo, 27 Mei 2024

P. Daniel Lobo Oba, OCD

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *