AROMA SABDA – Rabu, 27 Maret 2024

HARI RABU DALAM PEKAN SUCI (U)
Yes. 50:4-9a; Mzm. 69:8-10.21-22.31.33-34; 27 Mat. 26:14-25

BACAAN INJIL: Mat. 26:14-25
“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan apa yang tertulis tentang Dia,
tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan.”

Sekali peristiwa, pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas
Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata, “Apa yang hendak kamu berikan
kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar
tiga puluh uang perak kepadanya Dan mulai saat itu Yudas mencari kesempatan
yang baik untuk menyerahkan Yesus. Pada hari pertama dari hari raya Roti
Tak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata, “Di manakah
Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Jawab Yesus, “Pergilah ke kota, kepada Si Anu, dan katakan kepadanya: Beginilah pesan
Guru: Waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah
bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Lalu murid-murid melakukan seperti
apa yang ditugaskan Yesus kepada mereka, dan mempersiapkan Paskah. Setelah
hari malam, Yesus duduk makan bersama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, la berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Dan dengan hati yang sangat
sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya, “Bukan aku, ya Tuhan?” Yesus menjawab, “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan! Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan!” Yudas, yang hendak menyerahkan Yesus itu menyahut, “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya, “Engkau telah mengatakannya.”

RENUNGAN
Apa yang dikisahkan ini mengantar kita untuk memaknai beberapa pesan
guna membantu kita untuk semakin mencintai Allah dan panggilan hidup kita
masing-masing. Kisah ini memberi gembaran jelas akan konspirasi Yudas dengan
para imam-imam kepala agar dapat mengadili dan menyalibkan Yesus. Mereka
membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Semua rencana jahat itu dimeteraikan
dengan uang sebanyak tiga puluh perak. Sebuah tindakan yang sangat kejam karena
menyetarakan manusia, Allah dengan materi, uang, kekuasaan duniawi. Yudas
menggantikan semua ajaran tentang cinta kasih, pengorbanan dan kebaikan Allah
dengan ukuran harta dan kenikmatan sesaat. Ia mengorbankan diri pada apa yang
hari ini ada namun esok akan hilang, lenyap ditelan bumi. Ia menyandarkan hidup
dan panggilannya sebagai murid dan anak Allah pada kewibawaan, kehormatan insani belaka. Ia menggadaikan cinta yang tulus dari Gurunya dengan kepingan
perak buatan manusia.
Kehormatan panggilan apapun bentuknya baik sebagai orang tua, anak dan
seorang yang menjalani panggilan khusus, menjadi imam, biarawan-biarawati, frater,
bruder, suster itu harganya sangat mahal, karena panggilan itu datang dari Allah dan
dimeteraikan dengan pengorbanan Kristus. Harta atau uang sangat dibutuhkan oleh
manusia namun semuanya itu tidak boleh menggantikan identitas kemanusiaan dan
keilahian yang dari Allah. Manusia memang sangat membutuhkan uang namun uang
bukan segala-galanya. Orang beriman selalu melihat dan memaknai semua yang
dimilikinya adalah kebaikan dan anugerah Allah, yang sudah selayaknya digunakan
untuk kebahagiaan dan keselamatan hidup manusia. Menjadi murid Kristus dalam
berbagai bentuk perutusan itu juga merupakan kepercayaan dan tanggung jawab
yang perlu untuk diemban dengan sikap kejujuran, ketulusan dan kesetiaan.
Maka dari kisah ini kita dapat temukan bahwa sebenarnya bukan Tuhan tidak
menyertai dan mengajari serta menuntun Yudas, tetapi ia sendiri yang membuat
keputusan bebas, sepihak tanpa melibatkan Allah dalam setiap tindakannya. Selain
itu dikarenakan Yudas ada bersama Yesus tetapi hidupnya jauh dari-Nya, sehingga
ia mudah dimanfaatkan, digoda, dan akhirnya mengkhianati Gurunya sendiri di
atas materai tiga puluh uang perak. Kita bisa menelisik panggilan, kesetiaan dan
tanggung jawab kita masing-masing, sejauh mana hidup kita sudah mencerminkan
penghayatan akan panggilan Allah itu. Oleh karenanya St. Teresa Avila berkata,
“Tuhan ingin kita jujur terhadap Dia” (JK. 37,4). Semoga pekan suci ini menyadarkan
kita akan tanggung jawab menjaga kekudusan panggilan kita kita masing-masing,
agar berkat paskah selalu menyertai seluruh perjalanan hidup kita. • (P. Agus Joni Oliviera, OCD).

Baca versi lengkap: Buku Dupa Karmel, Edisi I 2024 (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2024)

1 Comment

  1. Diana R. Barus

    Amin….
    Aku akan selalu berusaha utk jujur.

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *