Seri Karmelitana – Hari 78

“Sebab jika, setelah semuanya itu, aku menerima rahmat dan belas kasih yang kumohon dariMu dalam PutraMu, ambilah milikku yang sedikit karena Engkau menginginkannya dan berikanlah aku anugerah ini, sebab Engkau juga menginginkannya” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 26).

Hingga kini, dalam doa, jiwa yang jatuh cinta memiliki dua perhatian yang disuarakan seperti mengapa ia tidak atau belum mengalami kepenuhan doanya. Sekarang akhirnya ia mengungkapkan dengan jelas hal yang sedang dicarinya, “rahmat dan belaskasih yang kumohon dariMu dalam PutraMu.” Apa itu rahmat dan belas kasih yang dimaksud ini?

Dalam madah rohani, Santo Yohanes dari Salib memberi komentar kepada satu ayat dengan mengatakan “Mengapa engkau gagal membawa hati yang telah kau curi melalui cinta; dan mengapa engkau gagal untuk memenuhi, memuaskan, menemani dan menyembuhkannya, memberinya stabilitas dan istirahat yang lengkap dalam engkau?” (Madah Rohani 9.7).

“Stabilitas dan istirahat yang lengkap.” Tampak bagi saya bahwa stabilitas dan istirahat yang lengkap adalah gambaran dari keamanan yang datang dari kepercayaan diri terhadap sebuah relasi yang kuat dan tetap, penerimaan sempurna atas cinta tak bersyarat. Kita tahu bahwa Allah mengasihi kita. Kita sedang mencari sebuah penegasan atas cinta tak bersyarat itu.

Bapa kita melanjutkan: “Jiwa yang mencintai, meskipun demikian besar kesesuaiannya dengan Sang Kekasih tidak bisa berhenti merindukan imbalan cintanya karena ia melayani Sang Kekasih” (Madah Rohani 9.7).

“Kesesuaian dengan Sang Kekasih” berarti bahwa kehidupan kita dibimbing dan diarahkan oleh suatu keinginan yang kuat untuk melakukan apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan, seperti diwahyukan oleh Tuhan dalan Kitab Suci dan ajaran-ajaran Gereja. Kita sedang melakukan kehendak Allah yang kita lakukan. Tetapi walaupun hal itu adalah cara terbaik yang bisa dilakukan, kita masih merindukan sesuatu yang lebih. Jiwa masih menginginkan “imbalan cinta” (Madah Rohani 9.7).

Apa itu imbalan cinta? “Karena imbalan cinta tidak lain daripada, tidak bisa juga jiwa mengingini sesuatu yang lain, cinta yang lebih, hingga kesempurnaan cinta diraih. Cinta dibayar hanya dengan cinta… jiwa yang mencintai Allah harus tidak menginginkan atau mengharapkan imbalan lain bagi pelayanannya selaincinta sempurna Allah” (Madah Rohani 9.7).

Santo Paulus mengatakan “Iman, harapan dan kasih dan yang terbesar

adalah kasih” (1 Kor 13:13). Imbalan cinta yang kita tunjukkan kepada Allah ditemukan dalam cinta kasih sempurna yang dimiliki oleh Allah bagi kita. Kita dibalas melalui cinta.

Ketika seseorang sungguh mencintai orang lain dan dicintai oleh orang lain, bahkan jika mereka terpisah secara fisik, mereka tidak pernah saling melupakan. Mereka salalu berada dalam kehadiran masing-masing, “Jiwa hidup di mana ia mencintai lebih banyak daripada di dalam tubuh yang dijiwainya; karena ia tidak hidup di dalambadan, tetapi memberikan kehidupan kepada badan dan hidup melalui cinta di dalam objek cintanya” (Madah Rohani 9.7).

Tujuan dari permohonannya adalah mencintai seperti ia dicintai. “Tujuan jiwa adalah suatu cinta yang setara dengan cinta Allah. Ia selalu menginginkan kesetaraan ini, secara alamiah maupun secara adikodrati, karena para pencinta tidak bisa puas tanpa merasakan bahwa mereka mencintai seperti mereka dicintai” (Madah Rohani 38.8).

“Ambilah milikku yang sedikit” (Ucapan-Ucapan tentang Cahaya dan Cinta 26). Milik yang sedikit adalah partikel terkecil seperti janda yang memberikan semuanya di dalam Injil. Milik saya yang sedikit adalah penyerahan-penyerahan saya untuk dicintai oleh Allah. Milik yang sedikit itulah yang diminta oleh Allah dari saya.

Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 156.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *