“Betapa bodoh; melarikan diri dari cahaya sehingga selalu tersandung! Kerendahan hati yang sombong seperti itulah yang diciptakan oleh setan di dalam diri saya”(Riwayat Hidup 19.10).
Saat berbicara tentang cara menyiram pertama dalam Riwayat Hidup (bab 13), Santa Teresa telah mengalami, “Saya percaya setan merugikan orang yang menjalankan doa dan menghalangi mereka untuk maju dengan membuat mereka tidak memahami kerendahan hati” (Riwayat Hidup 13.4). Apakah itu setan atau rasa ketidaklayakan kita sendiri, atau sebuah ketidak mampuan untuk percaya bahwa Allah bisa memberi kita berbagai rahmat kontemplasi; yang benar adalah iman kita harus mengingatkan kita bahwa Allah memilih untuk memberikan rahmatNya bukan karena kita, tetapi karena Allah.
Santa Teresa menekankan prinsip ini untuk mengerti tindakan Allah. Saat berbicara tentang doa ketenangan, ia mengatakan: “Saya seharusnya sangat suka menasihati jiwa-jiwa ini untuk berhati-hati, tidak untuk menyembunyikan talenta karena tampaknya Allah mau memilih mereka untuk membawa manfaat bagi banyak orang, khususnya pada waktu-waktu ini saat teman-teman Allah yang setia perlu mendukung yang lemah” (Riwayat Hidup 15.5).
Pilihan Allah kepada manusia yang diharapkan untuk dipanggilNya kepada relasi yang lebih tinggi dengan Dia, di sini dan sekarang, pasti bahwa, itulah pilihan Allah. Kerendahan hatilah yang mengakui bahwa saya tidak layak, tetapi juga kerendahan hatilah yang menerima jalan yang ditawarkan oleh Allah bahkan walaupun saya tidak layak. Kesombonganlah yang menolak anugerah karena saya mengakui bahwa saya tidak pantas.
Dalam soal Santa Teresa dan pengalamannya, ia sedang menunggu untuk dibebaskan dari dosa sebelum ia “pantas” terhadap panggilan Allah.“Karena kasih Allah, biarkanlah semua yang menjalankan doa menjalankannya. Biarlah mereka tahu bahwa selama waktu saya tanpa doa, kehidupanku jauh lebih buruk… saya akan berhenti bertekad untuk kembali berdoa, tetapi saat itu saya sedang menunggu untuk dimurnikan dari dosa. Oh, betapa keliru arah yang waktu itu sedang saya jalani dengan harapan ini” (Riwayat Hidup 19.11).
Santa Teresa kembali ke jalan yang benar melalui bimbingan rohani. “Melalui kebiasaan doa dan bacaan rohani” (Riwayat Hidup 19.12). Ia tahu bahwa ada sesuatu yang keliru dengan cara berpikirnya. Ia berkonsultasi kepada seorang dominikan yang “membangunkan saya dari tidur ini” (Riwayat Hidup 19.12) dan “Saya mulai kembali kepada indra-indra saya” (Riwayat Hidup 19.12).
“Kepercayaan kepada diri sendiri inilah yang menghancurkan saya. Karena alasan ini dan bagi setiap alasan ada kebutuhan tentang seorang pembimbing dan untuk berdiskusi dengan orang-orang rohani” (Riwayat Hidup 19.15). Semakin Tuhan memberi kita, semakin kita perlu memiliki bimbingan. Bimbingan bisa datang dari seorang pembimbing rohani, seorang rekan rohani, seorang pengarah pembinaan, dll. Pengalaman saya menunjukkan bahwa partisipasi di dalam kehidupan komunitas (biarawan, biarawati, OCDS) adalah suatu ukuran yang baik untuk mengatakan betapa nyata doa saya.
“Tetapi saat, seperti telah saya katakan, jiwa itu gagal, jiwa itu seharusnya sangat berhati-hati, karena kasih Tuhan tidak dijebak kepada sikap menyerah untuk berdoa” (Riwayat Hidup 19.15). Menyerah tidak pernah menjadi solusi, tak peduli apapun masalahnya.
“Jiwa harus percaya kepada kebaikan Allah yang lebih besar daripada kejahatan yang mampu kita lakukan” (Riwayat Hidup 19.15).
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 132-134.
0 Comments