Yesus dari Teresa
Sebagai tambahan tentang kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Santa Teresa dalam meditasi diskursif, ada satu masalah lain yang membuatnya tidak maju. Dan bukan hanya membuat tidak maju, masalah ini bahkan menyebabkan ia mundur dalam relasi dengan Allah. Ia sangat menderita karena kekurangan bimbingan rohani. Ia sering mengeluhkan hal ini.
“Terjadi kepada saya, bahwa saya berbicara tentang hati nurani dengan seorang bapa pengakuan yang telah menjalani seluruh kursus teologi, dan dia merugikan saya dengan mengatakan kepada saya bahwa beberapa hal tidak berarti apa-apa. Saya tahu bahwa dia tidak bermaksud memberikan informasi yang salah kepada saya dan tidak ada alasan untuk itu, tetapi ia hanya tidak tahu. Dan hal yang sama terjadi kepada saya dengan dua atau tiga orang yang lain, selain orang yang telah saya sebutkan” (Jalan Kesempurnaan 5.3).
Secara cukup terus terang, imam ini yang sedang mendampingi Santa Teresa, disebut “hanya tidak tahu” dan bukan hanya dia, tetapi ada dua atau tiga orang lain yang dihubunginya untuk konsultasi. Hanya karena seseorang telah belajar teologi tidak berarti bahwa orang itu mampu memberi bimbingan rohani.
“Karena selama 20 tahun sesudah masa yang sedang saya ceritakan, saya tidak menemukan seorang ahli, maksud saya seorang bapa pengakuan, yang memahami saya, walaupun saya mencari satu orang untuk itu. Hal ini sangat melukai saya sehingga saya sering mundur dan bahkan tersesat, karena seorang ahli akan membantu saya lari dari kesempatan untuk menghina Allah” (Riwayat Hidup 4.7).
“Bapa pengakuan yang berpengetahuan setengah-setengah telah sangat merugikan jiwa saya saat saya tidak mampu menemukan seorang bapa pengakuan yang terpelajar seperti yang saya inginkan” (Riwayat Hidup 5.3).
Situasi tanpa bimbingan yang baik adalah sebuah keluhan baginya. Dan hal yang dilakukannya untuk mengobati kekurangan ini adalah dengan berbalik kepada satu hal penting yang dipelajarinya dari keluarganya, yakni membaca. Dalam 10 bab awal Riwayat Hidup, ia menceritakan tentang caranya menemukan kekuatan dari membaca. “Melalui kebiasaan berdoa dan membaca bacaan rohani, saya mengenal kebenaran” (Riwayat Hidup 19.12). “Untuk memperkenalkan kerahimanNya kepada saya dan betapa besar kebaikanNya bagi saya, saya tidak mengabaikan doa dan bacaan” (Riwayat Hidup 8.10).
Ia sempat tersesat dan tidak memiliki pembimbing yang kokoh karena ia mengikuti beberapa nasihat yang buruk, dan dari pengalamannya sendiri, ia mengetahui bahwa hal yang dikatakan kepadanya tidak benar. Kebiasaan membaca menyelamatkannya. Apa yang dibacanya? Surat Santo Hironimus, yang diberikan oleh pamannya saat ia masih menjadi biarawati muda di Biara Inkarnasi; Abjad Spiritual Ketiga yang diberikan kepadanya untuk membuat doa rekoleksi (doa yang melibatkan usaha untuk menghimpun daya-daya batin); dan Pengakuan-pengakuan Santo Agustinus, sebuah buku yang memiliki suatu pengaruh yang menakjubkan baginya dalam memahami kerahiman Allah.
Buku-buku ini dan buku lain yang dibacanya membantunya untuk mengikuti suatu cara yang akan membimbingnya langsung kepada Sang Pembimbing Ilahi yang akan menjadi baginya suatu “Buku Hidup” (Riwayat Hidup 26.5).
Bagi kita semua yang berada di jalan doa atau persahabatan dengan Tuhan, membaca adalah hal yang paling penting. Tentu bukan sekadar membaca sembarang bacaan, tetapi buku-buku yang baik. Kita hidup dalam sebuah duni penuh hiburan, dengan TV, radio, internet, ponsel pintar, facebook, dll. Terus terang, hal-hal itu adalah tantangan bagi kita untuk mengambil dan membaca sebuah buku. Doa dan bacaan adalah resep dari Santa Teresa untuk membuat kemajuan dalam kehidupan.
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa dari Yesus dan Santo Yohanes dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 58-60.
0 Comments