“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).
Menjadi sahabat-sahabat yang baik bagi Allah berarti berusaha menjalani satu kehidupan doa dalam relasi dengan Allah. Untuk mampu menjalankan kehidupan doa ini, kita perlu memiliki semua orang dan segala sesuatu dalam perspektif. Santa Teresa menulis tentang tiga hal penting: “Yang pertama adalah saling mengasihi; yang kedua adalah kelepasan dari segala ciptaan; yang ketiga adalah kerendahan hati yang sejati, yang walaupun saya membicarakannya sebagai yang terakhir, sebenarnya hal itu adalah praktik utama dan yang mencakup semua yang lain” (Jalan Kesempurnaan 4.4). Beberapa hari yang lalu saya menulis bahwa sikap saling mengasihi membantu kita untuk memiliki cara pandang yang tepat kepada semua orang dan kelepasan membantu kita untuk memiliki pandangan yang tepat tentang hal-hal di dunia. Kerendahan hati adalah hal penting ketiga dan menjadi “praktik utama.” Mengapa kerendahan hati menjadi praktik utama? Karena kerendahan hati adalah praktik yang membantu kita untuk menjaga atau menahan tantangan sulit dalam perspektif, yakni diri kita sendiri!
Santa Teresa sudah memperkenalkan perlunya kerendahan hati saat ia berbicara tentang kelepasan. Dalam Jalan Kesempurnaan (bab 15-18), ia berkonsentrasi kepada perlunya kerendahan hati bagi kehidupan persahabatan ini, kehidupan rohani atau kehidupan doa. Untuk mengerti betapa pentingnya kerendahan hati bagi Santa Teresa, ketahuilah bahwa dalam setiap bukunya ia menyebut berulang-ulang pentingnya keren-dahan hati YANG BENAR dan bahaya dari kerendahan hati YANG PALSU.
Kerendahan hati yang benar sesuai dengan diri yang benar. Kerendahan hati yang palsu sesuai dengan diri yang palsu. Kerendahan hati yang benar sungguh penting bagi kita untuk mengenal dan menerima diri. Tanpa kerendahan hati dan pengenalan diri ini, kita tidak mungkin bisa berdiri berhadapan muka dengan Allah. Dalam Puri Batin, di ruangan – tempat tinggal – tempat tinggal pertama (ruangan-ruangan pengenalan diri), Santa Teresa menulis: “Mengenal diri kita adalah sesuatu yang penting sehingga saya tidak ingin adanya kelonggaran yang terjadi dalam hal ini, meskipun kamu bisa mendaki tinggi ke surga. Selagi kita ada di dunia tak ada sesuatu pun yang lebih penting daripada kerendahan hati” (I Puri Batin 2.9). Dan lagi di paragraf 13 dalam bab yang sama ia menulis, “…pengenalan diri ini adalah hal yang paling penting bagi kita.”
Pengenalan diri dan kerendahan hati! Dan kunci bagi pengenalan diri adalah kerendahan hati. Doa bukanlah sikap melarikan diri kepada Allah. Saya selalu berpikir bahwa sebelum Allah bisa menunjukkan diri-Nya kepada kita, Ia harus menunjukkan kepada kita siapa diri kita. Dalam doa, kita menemukan diri kita sebagaimana adanya, dan yang paling penting, kita menemukan orang yang dicintai oleh Allah.
Menjelang akhir Jalan Kesempurnaan (39.5), ibu kita menulis: “Dan perhatikanlah hal ini: betapa luhur kontemplasi, biarkanlah doamu selalu mulai dan berakhir dengan pengenalan diri. Dan jika anugerah berasal dari Allah, walaupun kamu mungkin tidak mau mengikuti nasihat, kamu sebenarnya masih akan mengikutinya karena anugerah Allah membawa kerendahan hati dan selalu meninggalkan sinar yang lebih besar sehingga kita bisa mengerti sedikit tentang diri kita” (Jalan Kesempurnaan 39.5). Usaha untuk memahami betapa kecilnya diri kita adalah usaha untuk menghargai kekuatan yang dimiliki oleh ratu dari berbagai kebajikan, yakni kerendahan hati.
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 35-37.
0 Comments