“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).
Ketika kita melakukan kemajuan dalam kehidupan rohani dan mulai untuk melihat hal-hal baik di dunia sebagai ciptaan Allah serta menghargainya secara tepat, kita semakin dekat kepada objek nyata kelepasan yang adalah tantangan terbesar kita, yakni diri kita sendiri.
Apa yang membuat kita penting? Apa yang membuat kita berharga? Kita tahu bahwa hal itu tidak bergantung kepada hal-hal yang kita miliki, sekurang-kurangnya bukan barang-barang yang kita miliki. Jawabannya adalah suatu suara dari dalam yang mengatakan kepada kita tentang alasan mengapa kita dianggap penting. Suara itu berkata kepada diri kita: “Tanpa ini, kau tidak ada artinya!” Suara itu diterjemahkan secara positif menjadi: “Inilah yang membuatmu penting.”
Santa Teresa menggunakan istilah Spanyol honra untuk berbicara tentang hal ini, tentang suatu kelayakan diri. Agar bisa menjelaskan honra, ia harus memperkenalkan “saudari” dari kelepasan, yakni kerendahan hati.
Apa itu honra yang dimaksud oleh ibu kita? Pater Kieran Kavanaugh OCD (semoga ia beristirahat dalam damai!) menerjemahkannya secara sederhana sebagai “kehormatan.” Dalam kebudayaan pada masa Santa Teresa, kata itu memiliki arti yang khusus. Kata itu sebenarnya menunjukkan suatu kualitas yang dikaitkan kepada bangsawan dan orang kaya; dan terbawa dalam arti privilese (hak-hak istimewa) dan penghargaan. “Saya adalah orang khusus karena status sosial (pendidikan, posisi, dll) saya.” Dalam masyarakat pada masa Teresa, seseorang yang memiliki honra dianggap lebih baik daripada orang-orang lainnya.
Di dalam Jalan Kesempurnaan (12), Santa Teresa secara khusus berbicara tentang kejahatan yang dilakukan oleh honra dalam komunitas religius dan menerapkannya dalam kehidupan. Saat seseorang merasa diri sebagai “orang khusus” berarti dia berpikir tentang orang lain sebagai orang yang berkualitas rendah jika dibandingkan dengan dirinya; saat itulah dia sedang menderita karena honra. Paus Fransiskus sering berbicara tentang kejahatan klerikalisme di antara para imam dan religius. Klerikalisme adalah honra. Setiap sikap yang mengatakan “Saya lebih baik karena sesuatu” adalah sikap yang berbahaya dalam kehidupan rohani. “Tetapi percayalah kepadaku tentang satu hal: jika ada satupeng- hargaan yang sia-sia atas kehormatan atau kekayaan (dan hal ini bisa dimiliki di dalam maupun di luar biara), kamu tidak akan tumbuh lebih banyak atau menikmati buah dari doa” (Jalan Kesempurnaan 12.5).
Honra atau kehormatan ini sebenarnya adalah diri yang palsu. Ingatlah tentang si Farisi yang berdoa di depan bait Allah bersyukur bahwa dia tidak seperti orang-orang lainnya. Ia sedang mengingatkan Allah tentang betapa khusus dirinya. Orang yang rendah hati di belakang Bait Allah tahu bahwa ia hanya seperti orang-orang lain dan memohon pengampunan.
Kelepasan ini, “matiraga batin ini diperoleh…secara bertahap”(Jalan Kesempurnaan 12.1). Kita perlu waktu untuk menaklukkan diri yang palsu dan mampu berdiri dengan rendah hati di hadapan Allah dan di hadapan saudara-saudari kita. Sabarlah!
“Karena itu, marilah kita berusaha keras untuk melawan kehendak diri dalam segalanya. Sebabjika kamu berhati-hati, seperti yang saya katakan, kamu akan secara bertahap, tanpa mengetahui caranya, menemukan dirimu berada di atas puncak” (Jalan Kesempurnaan 12.3).
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 33-35.
0 Comments