Seri Karmelitana – Hari 14

“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).

Santo Yohanes dari Salib adalah seorang penolong besar untuk memahami pentingnya memiliki perspektif terbaik dalam hal-hal duniawi (Pendakian Gunung Karmel) dan untuk memahami bahwa hal-hal itu sebagai ciptaan dalam relasi dengan Sang Pencipta.

Dalam buku pertama Pendakian Gunung Karmel (3.4) ia menulis: “Karena hal-hal duniawi tidak bisa memasuki jiwa, di dalam dirinya hal-hal itu bukanlah beban atau bahaya bagi jiwa; tetapi, kehendak dan nafsu yang tinggal di dalamnya, inilah yang merupakan penyebab kerusakan saat dipasangkan ke hal-hal duniawi itu” (I Pendakian Gunung Karmel 3.4). Hal-hal duniawi tidaklah membahayakan kita. Ketika kita menciptakan suatu kebutuhan terhadap hal-hal itu, yang kemudian mengambil alih hati dan pikiran kita sehingga muncul obsesi tentang hal-hal itu, saat itulah kita bermasalah. Jika kita melihat hal-hal itu dalam relasi dengan Allah dan mengertinya sebagai karya Sang Pencipta, hal-hal itu tidak akan menjadi halangan bagi kehidupan rohani kita. “Allah melihat segala yang diciptakanNya baik dan Ia melihat sungguh sangat baik” (Kej 1.31).

Kedisiplinan yang dituntut bertujuan untuk menaklukkan kodrat kita yang ingin memiliki. Bagian diri kita ini membuat kesalahan terhadap arti nilai sejati sebagai anak-anak Allah melalui suatu nilai palsu dengan memperkenalkan diri kita berdasarkan hal yang kita miliki. Jika kita kehiangan segalanya, tidak memiliki apa-apa dan masih memiliki keinginan untuk memiliki segala sesuatu bahkan lebih daripada segalanya, sebenar-nya kita masih tidak memiliki perspektif yang tepat tentang diri kita. Jika kita memiliki perspektif yang tepat, kita akan menikmati segala ciptaan lebih daripada yang bisa kita lakukan sebelumnya.

Santo Yohanes dari Salib menulis dengan sangat mengagumkan dalam buku ketiga Pendakian Gunung Karmel (20.2). “Dengan membebaskan diri mereka dari kesenangan atas hal-hal yang fana, mereka tidak hanya membebaskan diri mereka dari bahaya-bahaya yang telah kita sebutkan dalam bab-bab sebelumnya, tetapi sebagai tambahan, mereka memiliki kebajikan kebebasan. Kebebasan adalah salah satu ciri utama Allah dan kebebasan tak bisa berada bersama dengan ketamakan. Lebih dari itu, mereka memiliki kebebasan roh, kejelasan akal sehat, sisanya, ketenangan, kepercayaan yang damai kepada Allah dan dalam kehendak mereka, pemujaan dan penghormatan sejati bagi Allah. Mereka memperoleh sukacita yang lebih dan hiburan dalam ciptaan dengan menghilangkan hal-hal fana. Mereka tidak bisa bersukacita atasnya jika mereka melihatnya dengan rasa ingin memiliki, karena inilah keprihatinan yang seperti jebakan, menahan roh bagi dunia dan tidak mengizinkan adanya suatu keluasan hati” (III Pendakian Gunung Karmel 20.2).

Ada satu lagi kutipan dari Santo Yohanes dari Salib tentang tujuan kehidupan rohani: “Inilah sebuah usaha dimana Allah sendiri yang dicari dan didapatkan, karenanya hanya Allah yang harus dicari dan diperoleh” (II Pendakian Gunung Karmel 7.3).

Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 31-33

1 Comment

  1. Diana R. Barus

    Hanya Llah yg harus dicari dan diperoleh

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *