“Semua kerinduanku dulu dan masih ada sampai sekarang adalah bahwa karena Dia memiliki banyak musuh dan sedikit sahabat, maka sahabat yang sedikit ini harus menjadi sahabat yang baik” (Jalan Kesempurnaan 1.2).
Orang-orang yang memiliki panggilan untuk menikah memiliki panggilan untuk mengasihi seorang tertentu dengan suatu cinta kasih yang spesifik dan sakramental. Cinta kasih ini memberi awal bagi suatu kehidupan baru menuru trencana Sang Pencipta. Konstitusi OCDS paragraf 10 menyatakan: “Ada berbagai cara untuk mengikuti Yesus: semua orang kristiani harus mengikuti Dia, harus menjadikan Dia sebagai hukum bagi kehidupan mereka dan bersedia menggenapi 3 tuntutan dasar: menempatkan ikatan keluarga di bawah kepentingan Kerajaan Allah dan Yesus sendiri (bdk. Mat 10:37-39; Luk 14:25-26); hidup dalam kelepasan dari segala kekayaan agar bisa menunjukkan bahwa kedatangan Kerajaan Allah tidak tergantung kepada manusia tetapi kepada kekuatan Allah dan kehendak manusia yang berada di hadapanNya (bdk. Luk 14:33); memikul salib dan menerima kehendak Allah yang telah dinyatakan di dalam misi yang telah dipercayakan olehNya kepada setiap orang (bdk. Luk 14:33, 9:23).
Cinta kasih yang spesifik dan sakramental adalah bagian dari cinta kasih kepada Yesus dan KerajaanNya. Cinta kasih dari orang lain, jika bersifat rohani, bahkan saat tercampur dengan ketertarikan manusiawi, tetaplah baik jika hal itu terarah kepada cinta kasih kepada Allah. Santo Yohanes dari Salib kembali membantu kita mengerti kesatuan cinta kasih. “Kasih sayang (kepada orang lain) adalah murni bersifat rohani jika cinta kasih Allah tumbuh saat kasih sayang itu tumbuh, atau jika cinta kasih Allah diingat sesering kasih sayang diingat, atau jika kasih sayang menjiwai suatu keinginan bagi Allah-jika melalui pertumbuhan dalam diri seseorang, kasih sayang itu tumbuh juga dalam diri orang lain. Karena inilah sifat Roh Allah: hal baik berkembang dengan kebaikan karena di sana ada kesamaan dan kecocokan di antara mereka” (I Malam Gelap 4.7).
Tanda bahwa cinta kasih kepada sesama bersifat rohani adalah jika cinta kasih itu selalu membawa kita kepada Allah. Kenyataan ini secara khusus sungguh terjadi di dalam cinta kasih sakramental perkawinan. Kita bisa tahu bahwa kasih itu tidak rohani jika kasih itu membuat kita melupakan Allah.
Saya sangat sering mengatakan kepada para saudara bahwa jika mereka adalah saudara-saudara hanya karena mereka adalah teman, mereka sebenarnya adalah saudara-saudara yang mengerikan, tetapi jika mereka adalah teman bagi saudara-saudara mereka, mereka adalah sahabat yang baik. Kita semua memiliki kesukaan dan ketidaksukaan alamiah. Ada beberapa orang yang begitu mudah bersahabat dan ada beberapa orang lain yang tidak mudah bersahabat. Pengaturan komunitas, baik komunitas biarawan, biarawati maupun sekular, adalah sebuah sarana yang baik untuk menguji kemampuan untuk mengasihi orang lain. Jika kita hanya memilih orang-orang yang adalah teman-teman kita dan menghindari atau mengabaikan orang-orang yang tidak kita sukai, kita sedang menunjukkan betapa cinta kita terbatas. Pembimbing novis saya pernah berkata,“Pikirkanlah orang-orang yang paling mengganggumu. Itulah caramu mengasihi Allah.”
Dikutip dari buku: P. Aloysius Deeney, OCD, Renungan-Renungan Santa Teresa Dari Yesus dan Santo Yohanes Dari Salib, (Yogyakarta: Nyala Cinta, 2022), hlm. 23.
0 Comments